Perceraian dalam Perkawinan

Beberapa waktu yang lalu kita sering mendengar pemberitaan diberbagai infotaiment mengenai Perceraian Rumah Tangga Risty Tagor dan Stuart Collin. Sang istri yaitu Risty Tagor mengajukan gugatan perceraian pada 20 Agustus 2015. Sebelum gugatan perceraian diajukan, kedua belah pihak keluarga telah bertemu untuk melakukan mediasi. Namun tetap saja rumah tangga mereka tidak bisa dipertahankan. Perceraian ini diklarifikasi oleh Risty Tagor yang memberikan sebab perceraian yaitu melihat perubahan yang terjadi pada lelaki yang menikahinya. Dalam rumah tangga mereka bukan hanya sering terjadinya pertengkaran mulut, tetapi ada kebohongan yang dilakukan oleh Stuart Collin dan puncaknya pada sikap kasar yang dilakukan Stuart pada anak pertama Risty dari pernikahannya dengan Rifky Balweel yaitu Arsen Raffa Balweel. Perubahan yang sangat drastis dari Stuart Collin menurut Risty ialah kasih sayang, figur seorang imam dan ayah sudah tidak ada sama sekali. Alasan tersebut yang membuat Risty tidak tahan dan melayangkan gugatan. Sampai saat ini anak dari pernikahan mereka yang baru lahir masih berada di tangan Risty Tagor.
Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 pada dasarnnya terjadinya perceraian. Alasan Undang-Undang mempersulit perceraian ialah :
  1. Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan perceraian adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT.
  2. Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri.
  3.  Untuk mengangkat derajat dan martabat istri (wanita), sehingga setaraf dengan derajad dan martabat suami (pria).

Walaupun perceraian hal yang dibenci oleh Allah SWT, suami istri boleh melakukan apabila perkawinan mereka sudah tidak dapat dipertahankan lagi dengan cara apapun. Menurut ketentuan 19 Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975, perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan berikut :

  1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainnya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain di luar kemampuannya.
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
  4.  Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
  6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Perseraian dapat dilakukan apabila memenuhi salah satu dari alasan-alasan trersebut diatas. Perceraian harus dengan gugatan ke depan sidang Pengadilan. Bagi yang beragama Islam, perceraian yang dilakukan di depan Pengadilan Agama adalah cerai talak. Sedangkan bagi yang beragama Islam dan bukan beragama Islam, perceraian diajukan ke Pengadilan dengan surat gugatan perceraian. Gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan Agama bagi yang muslim dan ke Pengadilan Negeri bagi yang non-muslim. Perceraian dianggap terjadi beserta segala akibatnya terhitung sejak :

  •  Saat pendaftarannya pada daftar pencatatan Kantor Catatan Sipil oleh Pegawai Pencatat, bagi yang bukan agama Islam.
  • Jatuhnya keputusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (\pasal 33 dan 34 Peraturan Pemerintah tahun 1975).
Ada dua macam perceraian yaitu perceraian dengan talak dan perceraian dengan gugatan. Perceraian dengan talak biasa disebut cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang melangsungka perkawinan menurut agama Islam. Sedangkan bagi perceraian dengan gugtan biasa disebut cerai gugat berlaku bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dan bukan agama Islam.
           Maka kesimpulan dari Perceraian adalah suatu hal yang terjadi dalam rumah tangga yang dibenci oleh Allah SWT namun masih boleh dilakukan selama memiliki alasan yang kuat dan memang tidak bisa didamaikan kembali. Alasan-alasan perceraian pun telah tertuang dalam Undang-Undang sehingga dapat membatasi terjadinya perceraian karena berbagai alasan yang tidak jelas. Hal yang pertama dilakukan sebelum mengajukan gugatan perceraian oleh salah satu pihak adalah dengan melakukan mediasi dibantu oleh pihak ketiga, seperti keluarga, orang tua atau teman dekat. Banyak sekali dampak yang dihasilkan dari terjadinya perceraian, yaitu anak yang terpaksa harus tinggal dengan salah satu orang tua saja dan kurang merasakan kasih sayang sepenuhnya dari kedua orang tua. Walaupun banyak orang tua yang melakukan kesepakatan untuk memberikan waktu agar bisa bersama-sama bermain atau bertemu dengan anak. Dampak kedua, sering terjadinya perebutan harta gono gini seperti kasus perceraian Farhat Abbas-Nia Daniati yang menuntut Nia (istri) untuk mengembalikan mobil dan rumahnya. Setelah terjadi perceraian mereka sudah tidak terikat perkawinan lagi dengan status janda atau duda. Mereka dapat dengan bebas melakukan perkawinan dengan pihak lain selama tidak dilarang oleh Undang-Undang dan Agama. Ada baiknya menghindari perceraian karena akan menimbulkan berbagai hal yang rumit dan bahkan terkadang membuat putusnya jalinan persaudaraan.


Sumber :
http://m.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/terungkap-ini-alasan-risty-tagor-mantap-cerai-dari-stuart-collin-e4d3bc.html
Abdulkadir Muhammad, S.H. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 8 & 9 PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH

Tempat dan Kedudukan Perusahaan

Berbagai Macam Lingkungan Perusahaan dan Pengaruhnya Terhadap Perusahaan