Hukum Perjanjian
1.
Standar Kontrak
Standar kontrak ialah perjanjian
yang telah ditentukan dan dituangkan ke dalam bentuk suatu formulir. Kontrak
ini biasanya dibuat dan ditentukan oleh salah satu pihak, contohnya pihak
kreditur yang akan meminjamkan uangnya kepada debitur. Menurut Mariam Darus,
standar kontrak dibagi menjadi dua yaitu
- Kontrak Umum, kontrak yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur yang akan diberikan kepada debitur.
- Kontrak standar khusus, kontrak yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak yang ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Dalam kontrak harus berisi nama
dan tanda tangan pihak yang terlibat dalam kontrak, subjek dan jangka waktu
kontrak, lingkup kontrak, dasar pelaksanaan kontrak, kewajiban dan tanggung
jawab serta pembatalan kontrak. Semua itu harus terkandung dalam suatu kontrak
antara kreditur dan debitur agar perjanjian dapat berjalan dengan lancar dan
benar.
2.
Macam-Macam Perjanjian
- Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak, perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual-beli, sewa-menyewa dan tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah dan hadiah.
- Perjanjian Bernama dan Tak Bernama, perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus dan terbatas jumlahnya, misalnya jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengangkutan, melakukan pekerjaan, dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan tidak terbatas jumlahnya.
- Perjanjian Obligator dan Kebendaan, perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, contohnya jual-beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga serta pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual-beli, hibah, dan tukar-menukar.
- Perjanjian Konsensual dan Real, perjanjian konsensual merupakan perjanjian yang terjadinya baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Perjanjian real ialah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
3.
Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian yang sah ialah
perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang,
diakui dan diberi akibat hukum. Menurut pasal 1320 KUHPdt, ada empat syarat
sahnya suatu perjanjian antara lain :
a.
Ada
persetujuan kehendak antara pihak yang membuat perjanjian (Konsensus).
b.
Ada
kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (Capacity).
c.
Ada
suatu hal tertentu (Objek).
d.
Ada
suatu sebab yang halal (Causa).
Dua syarat pertama dinamakan
dengan syarat-syarat SUBYEKTIF, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya
yang mengadakan perjanjian. Sedangkan, dua syarat terakhir dinamakan dengan
syarat-syarat OBYEKTIF karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan. Dalam pasal 1330 KUHPdt disebut sebagai
orang-orang yang belum memiliki kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah
orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan dan orang
perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang serta semua orang
kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Perjanjian yang tidak memenuhi
syarat –syarat tersebut tidak diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh
pihak-pihak yang membuatnya. Apabila suatu hari ada pihak yang tidak mengakui
perjanjian, sehingga menimbulkan sengketa maka hakim akan membatalkan atau
menyatakan bahwa perjanjian itu batal.
4.
Pembatalan Perjanjian
Telah dijelaskan diatas syarat
sahnya suatu perjanjian, bahwa apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi
(hal tertentu atau cause yang halal) maka perjanjiannya adalah batal demi hukum.
Apabila waktu pembuatau perjanjian, ada kekurangan mengenai syarat yang
subyektif, maka perjanjian itu bukan batal demi hukum tetapi dpaat dimintakan
pembatalan (cancelling) oleh salah satu pihak. Pihak yang dimaksud adalah pihak
yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau
menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas.
Tentang perjanjian yang tidak
mengandung sesuatu hal yang tertentu dapat dikatakan bahwa perjanjian yang
demikian tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh
masing-masing pihak. Keadaan tersebut dapat seketika dilihat oleh hakim.
Tentang perjanjian yang isinya tidak halal, teranglah bahwa perjanjian yang
demikian itu tidak boleh dilaksanakan jarena melanggar hukum atau kesusilaan.
Persetujuan kedua belah pihak
yang merupakan kesepakatan itu harus diberikan secara bebas. Ada tiga sebab
yang membuat perizinan tidak bebas, yaitu paksaan, kekhilafan dan penipuan. Ada
dua cara untuk meminta pembatalan perjanjian itu. Pertama, pihak yang
berkepentingan secara aktif sebagai penggugat meminta kepada hakim supaya
perjanjian itu dibatalkan. Kedua, menunggu sampai ia digugat di depan hakim
untuk memenuhi perjanjian tersebut. Di depan sidang pengadilan itu, ia sebagai
tergugat mengemukakan bahwa perjanjian tersebut telah disetujuinya ketika ia
masih belum cakap, ataupun disetujuinya karena ia diancam, atau karena ia
khilaf mengenai obyek perjanjian atau karena ia ditipu.
5.
Prestasi dan Wanprestasi
Prestasi adalah sesuatu yang
wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek
perikatan. Pemenuhan prestasi merupakan kewajiban dari debitur yang disertai
dengan tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud ialah debitur menjaminkan
harta kekayaannya sebagai jaminan atas hutangnya pada kreditur. Menurut
ketentuan pasal 1131 dan 1132 KUHPdt, semua harta kekayaan debitur baik
bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada
menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan semacam ini disebut
jaminan umum.
Wanprestasi adalah kelalaian
seorang debitur yang tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau melanggar
perjanjian.wanprestasi seorang debitur ada 4 macam, yaitu :
1)
Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2)
Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3)
Melakukan
apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4)
Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Terhadap kelalaian si
debitur sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu, diancamkan beberapa sanksi
atau hukuman. Hukuma atau akibat yang dibebankan pada debitur yang lalai antara
lain :
1)
Membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur yang biasa disebut ganti-rugi.
2)
Pembatalan
perjanjian yang sering disebut pemecahan perjanjian.
3)
Peralihan
resiko.
4)
Membayar
biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim.
Karena wanprestasi
mempunyai akibat-akibat yang begitu penting maka harus ditetapkan dahulu apakah
si debitur melakukan wanprestasi atau tidak, apabila hal itu disangkal olehnya harusnya
dibuktikan di hadapan hakim.
Sumber :
Abdulkadir
Muhammad, S.H. 1993. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Prof.
Subekti, S.H. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa
Komentar
Posting Komentar