Penggelapan Pajak
Kalian pasti sering mendengar/melihat berbagai
berita di televisi, koran maupun berita online tentang kecurangan dalam hal
pajak atau yang biasa disebut penggelapan pajak. Kasus penggelapan pajak sudah
sering terjadi di Indonesia terutama dikalangan atas seperti pejabat ataupun
petingggi-petinggi pemerintahan. Salah satu aparat pemerintahan yang menjadi
tersangka “R” yang merupakan mantan bendahara DPRD kota Bekasi. Diduuga
tersangka dengan sengaja tidak menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
honorarium dan tunjangan perumahan anggota DPRD Kodya Dati II Bekasi
dan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Akibat perbuatannya negara
mengalami kerugian sekurang-kurangnya Rp. 1,2 Milyar. Kejadian yang terjadi
tahun 2014 ini melibatkan penyidik Direktorat Jenderal Pajak pada kantor
wilayah Jawa Barat II. Tersangka diancam hukuman pidana penjara paling lama 6
tahun dan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang
dibayar atau disetor karena telah melakukan pelanggaran Pasal 39 ayat (1) huruf
g,jo. Pasal 39 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 16 tahun 2000 serta Pasal 64 ayat (1) KUHP. Tersangka “R” kini telah
ditahan di Rumah Tahanan Negara Bulak Kapal, Bekasi, Jawa Barat.
Negara
Republik Indonesia yang kita tinggali ini merupakan negara hukum yang
mengandung arti bahwa semua tata aturan harus berdasarkan pada hukum. Setiap
peraturan harus dirancang dan diundangkan secara tepat, benar dan menggunakan
prosedur yang sah. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang
perubahan ketiga atas Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 butir 1 berisi tentang Definisi Pajak, yaitu
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pajak merupakan penerimaan yang strategis
bagi negara untuk membiayai berbagai pengeluaran negara dan sekaligus sebagai
kebersamaan sosial (asas gotong-royong) untuk ikut bersama-sama memikul
pembiayaan negara. Terdapat beberapa fungsi pajak, antara lain :
- Fungsi Budgeter : sebagai penerimaan negara dalam rangka membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang terutang dalam APBN dan APBD.
- Fungsi Regulend : sebagai suatu instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dibidang ekonomi,sosial dan budaya.
- Fungsi Demokrasi : dengan terjadinya perubahan politik pasca-reformasi, maka tuntutan demokrasi semakin keras dan masyarakat menuntut keseimbangan antara kewajiban sebagai pembayar pajak dengan hak mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah.
- Fungsi Redistribusi : fungsi ini menekankan pada pemerataan pendapatan. Berlakunya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang penghasilannya besar dan mengenakan pajak lebih kecil, bahkan tidak mengenakan pajak sama sekali atas penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Pemotong PPh Pasal 21 dan /atau PPh Pasal 26
meliputi :
1. Pemberi
kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun
cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan
sehubung dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara
atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas Pemerintah
Pusat termasuk institusi TNI atau Polri, Pemerintah Daerah, Instansi atau
lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubung dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
3. Dana
pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial kerja, dan badan-badan lain yang
membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar :
a. Honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri,
termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk
dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium
atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri.
c. Honorarium
atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
5. Penyelenggara
kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pihak yang
ditentukan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah setiap badan hukum,
organisasi atau badan lainnya yang membayar imbalan kepada orang pribadi
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, sedangkan orang pribadi yang
ditentukan untuk melakukan pemotongan adalah orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Maka menurut saya, ada baiknya
pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegaiatan yang berkaitan dengan
pajak. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum adalah para pejabat negara yang
seharusnya mengurusi aliran dana pajak dan objek hukumnya adalah masyarakat
yang dirugikan karena tidak dapat menikmati hasil dari pajak yang mereka
bayarkan. Dari penggelapan pajak ini banyak sekali pihak yang dirugikan,
seperti masyarakat dan negara. Contohnya saja dalam kasus diatas anggota DPRD
menjadi korban karena tidak cairnya dana tunjangan perumahan akibat penggelapan
dana pajak oleh bendahara DPRD. Saya sarankan agar pemerintah sering melakukan
pengecekan terhadap keuangan instansi maupun perusahaan/para wiraswasta
terutama dalam hal pajak, bahkan kalau bisa menjadi agenda rutin bulanan. Salah
satu manfaat pajak yang bisa kita rasakan yaitu jalanan yang kita lalui setiap
hari adalah salah satu hasil dari pajak yang kita bayarkan. Pajak merupakan
salah satu pendapatan negara yang besar dan dapat meningkatkan kemakmuran
rakyat negara itu sendiri.
Sumber :
Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono. 2011.
Hukum Pajak Material 1. Jakarta :
Salemba Humanika
Komentar
Posting Komentar